Berhubung recehan yang sudah kusiapkan kemarin batal menemukan penerimanya, hari ini kuputuskan untuk melanjutkan misi menghabiskan recehan itu. Kebetulan hari ini aku berencana melanjutkan menulis buku traveling yang sudah setengah jalan. Tapi tidak di rumah, aku ingin menulis di luar saja. Di JCO Mangga Dua Square, tempatku sering menyelsaikan beberapa tulisan. Namun, lagi-lagi aku tak menjumpai satu pun pengemis atau pengamen dalam perjalananku ke sana. Mungkin nanti saat pulang aku bisa menemukan mereka.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba aku teringat SMS ucapan tahun baru dari seorang kawan yang belum kubalas. Terpikir olehku untuk melakukan pemberian berupa tawaran untuk membantu skripsinya atau apa saja yang ia perlukan hari ini, segera saja aku mengirim pesan kepadanya. Ditemani segelas ice thai tea dan donat glazzy, aku mulai sibuk mengetik dan membaca refrensi. Ponselku berbunyi, ternyata ada balasan dari Kiki, kawan yang tadi kutawari pemberian berupa bantuan. Ia mengucapkan terimakasih atas penawaranku, namun hari ini ia sedang santai di kosnya dan sepertinya tidak memerlukan bantuan apa pun. Hemm, aku harus berpikir lagi sepertinya, pemberian apa yang akan kulakukan selanjutnya.

Kemunculan rasa bahagia dan semangat sepertinya sama tiba-tibanya dengan sebal dan kesal. Di tengah keasyikan mengetik, aku cukup terganggu dengan sebuah pesan yang masuk. Seseorang sepertinya sedang mulai menggali. Hilang sudah semangatku. Berganti dengan rasa kesal dan emosi yang tertahan. Energi positif seolah lari tanpa permisi. Sulit memang, mempertahankan diri untuk tetap berada dalam lingkaran nuansa positif tadi. Yang ada tinggal perasaan tak peduli lagi pada apa pun selain emosi yang ingin bertemu pemuasnya. Untungnya, di tengah itu semua terselip ingatan bahwa aku belum melakukan pemberian hari ini. Ingatan kecil yang sejenak bisa membuatku melupakan egosentris diri dan perasaan bahwa hanya aku satu-satunya orang yang bermasalah di dunia ini. Ditambah lagi dengan traktiran makan dari seorang kawan yang kebetulan sedang berada di tempat yang sama denganku. Senyum ceria dan berbagi canda bersama sahabat menjadi pendingin dan penyegarku.

Dalam perjalanan pulang, aku memutuskan untuk naik kereta ekonomi saja, agar bisa memberikan recehan yang sudah sejak kemarin begitu ingin kuberikan. Tak lama setelah duduk di bangku kereta, datang seorang penyapu lantai kereta ekonomi yang biasanya akan meminta sedekah selesai ia membersihkan sampah di sekitar kita. Kuambil beberapa keeping recehan dan kuberikan padanya dengan senang hati. Akhirnya recehan itu menemukan penerimanya. Tapi, ternyata malam ini hanya dia seorang peminta-minta di kereta.

Aneh ya, saat kita benar-benar ingin memberi mereka seperti sedang berlibur masal, tapi saat kita sedang tak ingin memberi mereka terus saja berdatangan silih berganti. Recehan yang masih tersisa akan kuberikan esok saja, semoga esok aku beruntung. Sebelum tidur, aku sempat mengobrol dengan seorang teman yang usianya jauh di bawahku. Ia seorang mahasiswa di sbuah perguruan tinggi swasta di Jakarta. Aku bercerita kepadanya tentang terapi 29 gifts ini dan tak kusangka ia begitu antusias dengan penjelasanku. Dan akhirnya ia memutuskan untuk ikut mencobanya! Senang rasanya mendengar ada satu lagi manusia di muka bumi ini yang antusias berbagi pada sesama dan semesta. Menguap sudah emosi yang sempat memadati otakku.

0 komentar: