Senin, 02 November 2009

CINTA RASA PASTA

:esfand

Mari menyajikan sepiring pasta kali ini. Pasta dingin atau hangat, silakan saja sesuai selera. Atau, tengoklah sekejab cuaca di luar sana, agar serasi dengan hembusan udara yang sedang bergelung-gelung menyesaki hari. Hem, kupilih spaghetti saja kali ini.

Apa yang lebih penting dalam sepiring hidangan Itali ini, pasta ataukah sausnya? Tomat segar sebagai bahan dasar ataukah isiannya? Terkadang aku termangu cukup lama demi melihat pasta instan yang sedang kurebus perlahan menggejolak dan melembut kenyal. Aku tak pernah membuat pasta sendiri, mencobanya pun tidak. Kupilih saja yang ada di depan mata, tanpa berupaya menelusurinya ke belakang, saat sang pasta masih berupa campuran terigu, telur, garam, dan minyak zaitun.

Kali ini pun sama. Dua kotak pasta instan jenis spaghetti telah berada di genggamanku. Dua merek dagang yang sudah cukup lama kukenal. Kuambil panci aluminium bergagang kayu warisan bunda, kuisi secukupnya dengan air dan beberapa tetes minyak zaitun, lantas meletakkannya di atas kompor yang telah biru menyala.

Saus apa yang akan kubuat kali ini? Entahlah, belum terpikirkan. Kuingin mengamati pastaku saja dulu, diam-diam. Dari terigu kualitas apa ia berasal? Telur dari jenis ayam apa? Minyak zaitun yang benar-benar aslikah? Apa yang terjadi saat masing-masing bagian itu bercampur? Adakah terigu merasa paling mulia, ataukah sang garam yang merasa tersisihkan. Bisakah minyak zaitun mendamaikan mereka? Aku tak pernah tahu saat-saat pasta itu berproses dan menjadi seperti sekarang. Sosok kuning keemasan yang ramping dan licin. Sederhana namun menyimpan pesona. Tegas sekaligus lembut saat dinikmati.

Dan, sepiring spaghetti pun telah tersaji di hadapanku. Waktunya mencipta saus.

Tomat, tak bisa tidak. Maka, kupilih beberapa butir yang merah segar. Menguliti lapisan kulit tipisnya, dan tak lupa mengeluarkan segerombol biji yang mungil mengasam. Merahnya adalah pensuasana utama. Manis-asamnya adalah pemberi sensasi dominan. Ibarat sebentuk rasa di hati sang pejuang cinta, yang menjadi labirin pelapis utuh sebuah jalinan. Bawang Bombay menjadi pilihan selanjutnya. Agar aroma harumnya tak sekadar menguar di permukaan, namun juga meresap ke dalam setiap bagian saus. Bawang adalah pemberi kesan dalam sebuah sajian. Kesan yang terkadang membuat sang koki teringat pada untaian masa kanak-kanaknya, saat harum masakan bunda semerbak menyelisip dari dapur rumah. Bawang juga berjasa membangun kedalaman rasa sebentuk sajian. Rasa yang memberi kepuasan dan kenyamanan hati saat akhirnya lapar menemukan penghiburnya. Ibarat memori yang merekam setiap cerita kasih yang terlukiskan hitam-putih dan sesekali pelangi. Keju dan mentega tentu tak terlupa. Mentega adalah perekat saat semua bahan bercampur dalam tumisan pengawal. Ibarat sikap saling memahami dan menerima apa adanya keadaan sang kekasih hati. Tanpa perlu vis a vis mempertanyakan dan menyudutkan. Parutan keju adalah pemeriah adonan. Ibarat binar-binar kerlip nakal dan senyum tanpa ambang batas saat jemari bergenggaman dan siasat mulai dilancarkan. Baiknya, tambahkan sedikit peterseli atau oregano juga, agar semakin elegan dan bercitarasa kuat. Ibarat keyakinan untuk saling percaya dan menjaga yang tak melulu buta tanpa pandang suasana, hingga kenyamanan pun tercipta. Beri pula setabur-dua tabur garam dan merica, agar semakin menguatkan adonan yang mulai bercampur. Ibarat sikap saling menginspirasi dan memotivasi agar setia mengejar mimpi-mimpi yang terus berarak bersama awan masa.

Adakah yang terlupa? Oh, tentu. Daging atau jamur? Daging adalah surga pecinta makanan. Sensasinya tak tergantikan, bagi kebanyakan orang. Merasainya sedikit saja, akan membuatmu kembali mengingatnya dan terus menginginkannya. Tanpa peduli apa efek setelahnya. Jamur adalah surga juga bagi pecinta makanan, yang tak ingin bersenyawa dengan cara yang dunia sentris. Daging pernah menggodaku, namun juga pernah merajamku. Maka kupilih jamur saja, yang damai dan menenangkan, namun sekaligus tetap memberi kenikmatan yang mendalam. ibarat mencinta dengan cara yang berbeda.

Kutatap nanar dua piring saji di depanku. Sepiring pasta dan sepiring saus. Pasta dari dua kotak dengan merek yang berbeda. Masing-masing dibuat dari komposisi dan prosesnya sendiri-sendiri. Kuharap saus yang telah tersaji pula mampu menjadi gelora yang menyatukan asa dan cita. Maka, kucampur perlahan semua unsur yang ada. Sambil merapal mantra, agar keharmonisan tetap terjaga meski semua telah menyatu padu dalam sebuah jalinan yang baru.

Kunikmati.

0 komentar: