Senin, 01 Desember 2008

MAKASSAR, PADA SUATU KETIKA

(bagian 2: kulineri)

Pastinya, hasrat untuk mencicipi beragam makanan khas kota ini menjadi suatu hal yang tidak bisa dibendung (bahkan sejak pertama kali menginjakkan kaki di bandara, hehe..). Ditambah pula dengan promosi bernada provokasi dari sahabat dekat saya (yang bernama Panda) dan teman-temannya yang lain tentang berbagai makanan yang (menurut mereka) luarbiasa nikmat. Mau tahu apa saja yang saya cicipi disana (lengkap dengan rating kelezatan versi muthia esfand, hehe..)? Check this out.

Coto Makassar Daeng Sirua

Sebelum datang ke Makassar saya memang penggemar makanan ini. Maka, jadilah menu ini menjadi makanan pertama yang saya buru di hari pertama kedatangan saya. Panda membawa saya dan beberapa teman ke kedai coto “Daeng Sirua” yang terletak di Jalan Abdesir (singkatan dari Abdullah Daeng Sirua, kalau tidak salah…). Rasanya memang beda dengan coto yang sering saya nikmati semasa kuliah di Yogyakarta atau di sekitar rumah saya di Jakarta. Nikmat. Lucunya, coto dari kedai ini menjadi satu-satunya coto favorit saya selama di Makassar. Beberapa kali Panda dan teman saya yang lain pernah membawakan coto dari kedai yang lain (yang bahkan dikenal paling TOP di Makassar), namun tetap saja selera first impression menjadi pilihan saya.

Rating: *****

Ayam Goreng Sulawesi

Kedai ini punya beberapa cabang di seputar kota Makassar. Saya dan Panda biasanya lebih memilih cabang yang terletak di Jalan Pattimura karena rasanya lebih nikmat dan terlebih lagi terletak tak jauh dari Pantai Losari. Sepintas ayam goreng ini terlihat seperti menu ayam kampung goreng pada umumnya. Namun, setelah dicicipi rasanya begitu menggigit dan original. Entah bumbu apa yang digunakan, yang pasti sangat meresap ke dalam setiap bagian ayam. Sambal yang disajikan pun berbeda dengan sambal pada umumnya. Tak heran jika terkadang di siang hari saja menu ayam goreng di tempat ini sudah tandas. Di tempat ini juga disajikan menu sate ayam dan ati-ampela goreng dengan bumbu yang sama seperti menu ayam goreng.

Rating: ****

Kedai Ulu Juku

Ulu juku dalam bahasa Makassar berarti kepala ikan, sesuai dengan sajian di kedai ni yang memang menggunakan kepala ikan sebagai bahan utamanya. Biasanya, ikan yang dipilih adalah jenis kakap merah, kakap putih, dan sunu. Kita bisa memilih tiga jenis masakan kepala ikan, yaitu gulai; pallumara (masakan dengan kuah yang lebih bening dari gulai karena tanpa santan); dan goreng. Disediakan pula recak-recak mangga (sambal mangga) sebagai teman makan. Saya biasanya lebih memilih menu gulai karena lebih terasa nikmat di lidah saya. Liez yang mengajak saya pertama kali ke kedai ini. Awalnya saya agak ragu karena sebelumnya belum pernah mencicipi menu masakan berbahan kepala ikan. Namun ternyata rasa masakan itu seketika menghapuskan keraguan itu.

Rating: ****

Kedai Seafood Lae-lae


Kedai ini terletak tak jauh dari anjungan Losari. Nama Lae-lae berasall dari nama sebuah pulau tak jauh dari Pantai Losari, yang merupakan pemukiman para nelayan. Bagi penggemar seafood, Makassar memang menjadi tempat yang bisa memuaskan kegemaran itu. Beragam jenis ikan (yang tidak melulu nila, bawal, gurami seperti di kedai-kedai seafood pinggir jalan di sekitar rumah saya di Jakarta) dan hewan laut lainnya tersedia dalam kondisi segar. Kita tinggal ikut memilih dan menentukan mau dimasak apa. Kali ini saya dan Panda memutuskan untuk memesan menu udang bakar dan ikan baronang rica-rica. Tentu saja semua itu dihidangkan dengan empat jenis sambal yang berbeda rasa.

Rating: ***

Mie Titi

Ini salah satu makanan khas Makassar yang tidak terlalu saya sukai. Hidangan ini berupa mie kering yang disiram dengan saus kental yang berisi potongan ayam dan sayuran. Cara memakannya dengan menambahkan sambal kental atau potongan cabai rawit.

Rating: **

Nyu’ Nyang

Kedai-kedai dengan menu yang satu ini banyak terdapat di sepanjang Jalan Penghibur, Pantai Losari. Ini sebenarnya hidangan bakso pada umumnya, cuma bentuk baksonya tidak hanya bulat tapi juga kotak. Jangan kebingungan mencari botol saos tomat (seperti yang lazim tersedia di kedai-kedai bakso pada umumnya) karena di setiap meja di kedai ini hanya tersedia sambal, kecap, dan sepiring kecil jeruk nipis. Hal ini yang membuat saya tidak menyukai hidangan ini karena saya tidak bisa makan bakso tanpa saos tomat!

Rating:*

Sup Ubi

Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa ubi goreng bisa dijadikan campuran utama hidangan sup. Ternyata rasanya lumayan enak dan segar. Potongan ubi goreng dicampur kecambah, potongan paru goreng, mie, dan bahan tambahan lainnya dan akhirnya disiram dengan kuah yang tidak jauh beda dengan kuah sup pada umumnya.

Rating: ***


Konro

Ini adalah jenis hidangan yang menggunakan konro (iga sapi) sebagai bahan utamanya. Ada dua jenis hidangan yang bisa kita pilih: kuah dan bakar. Sayang sekali ketika saya, Panda, dan Jemping (seorang teman dari Jakarta) mampir ke salah satu kedai konro yang terkenal di sana (saya lupa apa nama kedai itu) menu konro bakar kesukaan saya sudah tandas ludas. Akhirnya kami makan konro berkuah yang porsinya benar-benar jumbo bagi ukuran saya.

Rating: **


Baro’bo’
Ini sejenis bubur jagung yang dikombinasi dengan sayur-sayuran. Entah mengapa, terasa seperti sayur bening buatan ibu saya hehe… yang jelas saya tidak terlalu menyukainya.

Rating: *


Bubur Ayam Losari
Tampilannya tak jauh beda dengan bubur ayam pada umumnya, hanya saja kuahnya lebih kental mendekati kuah gulai pedas. Rasanya pun lebih mantap dibanding bubur ayam betawi.

Rating: ****


Pisang Epe’

Makanan kecil ini dibuat dengan memanggang pisang selama beberapa saat kemudian memipihkannya menggunakan alat pemipih. Kuah atau bahan finishingnya tergantung dari selera pemesan, apakah kuah kental gula merah, kuah beraroma durian, keju, coklat, atau keju coklat. Satu porsi biasanya berisi dua sisir pisang pipih tersebut.

Rating: ***

Jalangkote’
Bentuknya tak jauh beda dengan pastel basah, isinya pun sama (campuran wortel, telur, dll). Cara memakannya dengan ditemani (lagi-lagi) sambal pedas. Tidak terlalu istimewa bagi saya.

Rating: **

Sara’ba’
Ini adalah minuman hangat sejenis wedang ronde atau bandrek. Bagi yang berasal dari jawa, bisa jadi minuman ini terasa seperti kuah kolak pisang (atau di lidah saya saja mungkin…)

Rating: *

Durian Makassar
Saya penggemar durian, wajar jika saya penasaran dengan rasa durian dari daerah ini. Sepulang dari Bantimurung (yang akan saya ceritakan di certa selanjutnya) saya dan Panda menyempatkan diri (berbasah-basahan karena hujan) untuk mampir di sebuah kedai durian. Kami memilih satu buah yang berukuran sedang untuk berdua. Ternyata rasanya tak jauh beda dengan durian Palembang.

Rating: ***

Itulah beberapa makanan yang sempat saya cicipi. Kesimpulannya, hampir semua jenis masakan selalu dilengkapi dengan berbagai jenis sambal. Mungkin ini juga sebabnya mengapa orang Makassar terkenal keras. Hem, saya jadi teringat beberapa tawuran antarmahasiswa yang terjadi di kota ini. Salah satu solusinya mungkin dengan meminimalisir peredaran masakan dan makanan bersambal di kampus-kampus, hehe…

1 komentar:

Anonim mengatakan...

lama ga update,kupikir posting apaan. ternyata makanan lagi tapi aku yo pingin hehe...