Minggu, 14 September 2008

KONSTRUKSI KARYA SASTRA INDONESIA

:Muthia Esfand

Tulisan ini adalah sebuah pengantar, bagi Anda yang awam dengan dunia sastra, namun telah terlanjur menumpuki diri dengan sejumlah buku-buku sastra. Bagaimanapun juga, sastra adalah salah satu disiplin ilmu dengan catatan historis yang sudah cukup tua. Jadi, mari menjadi penikmat yang tanpa batas. Menyelami karyanya, dan memafhumi ilmu dasarnya.

Secara umum, karya sastra di Indonesia dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu drama, puisi, dan prosa. Drama merupakan proyeksi konflik kehidupan manusia di dunia nyata, yang disajikan di atas pentas dalam bentuk dialog dan gerakan. Istilah drama berasal dari kata drame dalam bahasa Perancis yang diambil untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah di Perancis.

Kita seringkali beranggapan bahwa drama sama dengan teater, padahal dua hal tersebut memiliki definisi yang berbeda. Teater adalah segala pertunjukan di depan orang banyak, seperti wayang orang, sulap, lenong, ketoprak, tanpa menyaratkan adanya naskah tertulis seperti halnya drama.

Puisi adalah karya sastra yang memuat pesan dengan tafsiran arti yang relatif luas karena kadangkala dibuat dalam bahasa yang tidak lugas. Puisi biasanya disajikan dalam bentuk bait. Puisi modern barangkali memang lebih bebas pakem, tanpa harus terikat baku pada pertimbangan rima, jumlah baris, tujuan pembuatan, bahkan pilihan rasa bahasa. Karena itulah kadangkala puisi modern yang beredar di sekitar kita saat ini sangat berasa subjektivitas pengarangnya. Yah, itu sah-sah saja karena toh penulis itu sendiri yang memegang kendali. Di masa lampau, puisi memiliki ragam yang cukup variatif, seperti gurindam, pantun, talibun, puisi mantra, tabas, nazam, dan lain sebagainya. Ragam yang semakin menjadi asing di telinga manusia jaman baru.

Prosa adalah jenis tulisan yang lebih lugas atau sesuai dengan arti leksikalnya. Kata prosa berasal dari bahasa latin yang berarti terus terang, digunakan untuk mendeskripsikan gagasan atau fakta. Prosa dalam karya sastra dibagi menjadi beberapa bentuk, yaitu roman, novel, novelet, dan cerpen.

Roman adalah karya fiksi yang menceritakan kisah kehidupan sang tokoh secara utuh, semenjak lahir sampai meninggal. Sedangkan novel hanya menceritakan bagian-bagian tertentu atau bagian yang paling mengubah kehidupan dari sang tokoh. Pada perkembangan awal, novel adalah karya sastra yang bersifat realis, artinya menceritakan kehidupan sang tokoh secara nyata tanpa dibumbui dengan hal-hal yang bersifat ajaib atau gaib. Novelet adalah bentuk yang lebih singkat dari novel, namun dengan aras yang sama. Sedangkan cerpen adalah bentuk yang lebih pendek lagi dari novel dan novelet. Secara garis besar, cerpen adalah bacaan yang bisa habis dibaca sekali duduk. Dalam perkembangan kekinian, batas antara roman dan novel semakin terkaburkan. Para penikmat karya sastra, bahkan para penulisnya, jamak beranggapan bahwa sebentuk karya fiksi dengan sekian tokoh dan konflik di dalamnya, dengan jumlah halaman minimal 50 halaman, adalah novel, tanpa melihat lagi alur dan ide cerita dominan di dalamnya.

Novel pada akhirnya mengenal pemerian berdasarkan suasana dominan yang membungkusnya. Ada novel sejarah (epic), novel religi, novel sains (science fiction), novel petualangan, novel keluarga, atau label-label lain yang sebenarnya adalah bagian dari strategi pemasaran para penerbit buku. Bentuk cerpen sepertinya memang menjadi milik media masa sepenuhnya. Terlebih ketika para penerbit buku cenderung memilih menerbitkan novel ketimbang kumpulan cerpen (kecuali dari seorang penulis ternama tentunya).

Perkembangan konstruksi teoretis karya sastra di Indonesia memang menarik untuk dicermati lebih lanjut. Pemahaman dasar bahwa karya sastra adalah ruang bebas interupsi, ruang tempat seorang penulis bebas untuk meramu serabut-serabut realita dan bebas untuk menyajikannya dalam bahasa semua dunia semesta, adalah pemahaman praktisi-praktisi dunia literasi terkini. Konstruksi teori akhirnya mengalami reduksi bahkan dekonstruksi, begitu pula konstruksi gagasan dan substansi nilai.

Well, selamat menikmati sastra. Siap-siaplah tercerabut, atau mencerabut.

2 komentar:

udin mengatakan...

sebenarnya tujuan novel itu apa?

jemiro mengatakan...

kalau kaligrafi termasuk dalam mana?? seni menulis indah itu loh :p
btw, saya tertarik dengan karya sastra indonesia, segala hal tentang budaya indonesia, seperti tarian gandrung dan sebagainya, ^^ semoga kebudayaan kita terus terwarisi hingga berjayanya indonesia ^^