Senin, 05 November 2007

LEMPOK DUREN, TIMPHAN, DAN KACANG DISCO

`the esfand`

Selemah – lemah manusia adalah orang yang tak bisa menemukan sahabat. Lebih lemah dari itu adalah orang yang menyia-nyiakan sahabatnya. (Ali Bin Abi Thalib)

Berkawan barangkali memang sudah jadi tabiat asli setiap kita. Seperti halnya tabiat untuk juga saling mengkontra. Materi versus anti materi. Dulu sekali, aku punya seorang sahabat kecil, Ruri namanya. Entah bagaimana kabarnya kini. Setelah keluargaku pindah ke lain pulau, aku tak pernah lagi berjumpa dengannya. Sejak itu, berkawan dan bersahabat menjadi suatu keasyikan dan pelipur tersendiri bagiku.

Luar biasa, memang, arti seorang sahabat dalam hidup ini. Ia bisa menjadi motivator utama dalam setiap jejak langkah kita. Meski, terkadang sahabat juga bisa berbalik ulang menjadi sosok utama yang menghancurkan kita. Maka, wajar jika Muhammad Sang Pembebas mengisyaratkan dalam petuahnya bahwa sosok sahabat kita adalah cerminan diri kita. Memiliki sahabat pasti berjuta rasanya. Manis pahitnya percis miniatur kehidupan.

Ramadhan dan Lebaran kali ini cukup istimewa bagiku. Selain karena baru kali ini Lebaran kunikmati jauh dari kampung halaman, ada banyak tanda cinta dari sahabat jauh yang menyapa dan menemani hari-hari bahagia itu. Menjelang Ramadhan, datang kiriman tak terduga dari Makassar. Beragam pernak-pernik khas Negeri Anging Mamiri untukku dan suamiku, serta dua bungkus kacang disco. Tak seberapa, namun pasti dipenuhi doa dan ketulusan. Padahal belum lama aku mengenal kawan ini. Lebaran tiba, datang lagi dua paket dari sahabat di seberang. Paket pertama adalah dua bungkus lempok duren dan sekaleng penganan lebaran dari kawan di Pontianak. Ia amat tahu kalau aku termasuk pecinta durian yang akut! Aku pun belum lama akrab dengan kawan ini. Tak lama kemudian, datang lagi satu paket kue timphan dari kawan di Aceh. Sungguh, begitu membuatku membiru syahdu. Kue timphan adalah penganan lebaran khas masyarakat Aceh yang tepung beras bahan pembuatnya harus ditumbuk sendiri agar terasa nikmat. Paket dari “Sang Jendral” Kamaruzzaman. Kue buatan emaknya itu terasa amat nikmat. Berbungkus daun, dan yang pasti berbungkus persaudaraan.

Di tengah berbagai situasi yang melingkupi masing-masing kawanku itu mereka masih meluangkan waktu dan materi untuk mengirm paket-paket cinta itu. Padahal aku mengenal mereka lewat chating di YM saja. Persamaan diantara kami cuma satu, kecintaan pada Islam yang mendalam. Jarak dan perbedaan kultur terasa lenyap ketika kami sama-sama meneguhkan hati untuk berusaha menjadi pribadi yang senantiasa berbuat kebaikan bagi sekitarnya.

Hemm..nikmatnya penganan itu masih terasa hingga kini, sebab bukan sekedar lidah yang merasa, namun juga hati.

Ciganjur#04#2007

PS: Na, Uwie, Maruth, thx a lot guys. Its really mean to me…

0 komentar: